Tidak berarti tidak…

“A. S. Budiono (Liem Bian Tjong, 1932-2008) pernah menjelaskan kepada temannya bahwa, “Lukisan abstrak tidak berarti tidak mengandung masalah sosial. Masalah itu sudah terserak ke jiwa dan itu terekspresikan dalam bentuk-bentuk abstrak.” Pameran duo ini menampilkan karya-karya lukis Bambang Bujono dari 1970an dan Jeroen Tan Markaban dari satu dekade terakhir. Walaupun akrab dengan seni lukis sejak usia dini, kedua pelukis ini menjalani hidup dengan profesi lain; sebagai wartawan seni rupa dan dalam bidang desain ruang dalam.”

Long exposure

Yuli menggunakan tubuh dan tangannya sebagai alat rekam dengan matahari sebagai sumber cahaya. Objek yang direkamnya semata alat bantu, sebab, sesungguhnya ia sedang merekam saat—bisa juga disebut ‘momen’.

RUANG ELOK SARAT TEMPO

‘A space for a temporary stop on a journey of memory around listening and being listened to. It is like a space that shares its corners for the circulation of air, sound, and voice. Sounds are organised for listening and being listened to as part of everyday life. A kind of harmonising space between the moving and the still.

Daily life is used as a way to understand a world full of intersections. Each intersection produces sound, sound is recognised until it becomes voice.’

-Julian Abraham ‘Togar’

Menjabat Tangan Ingatan

“Menjabat Tangan Ingatan adalah pameran tunggal pertama Haiza Putti. Ia mengunjungi waktu yang hilang, menelusuri ingatan tentang mendiang ibunya. Dari kepingan-kepingan peninggalan, ia muncul dengan gagasan “ingatan yang tertanam.”

Haiza Putti punya sapuan kuas yang ekspresif dengan warna-warna yang kerap lembut dan empuk. Pada Menjabat Tangan Ingatan, ia gunakan kekhasan itu karya itu untuk menggambarkan kekaburan dan ingatan yang berlapis-lapis bak kain. Pameran ini membicarakan keibuan, kekeluargaan juga tradisi turun-temurun.”

Habitudes

Ada habitus yang menentukan ciri karya seniman itu, misalnya, medium yang spesifik, corak warna yang khas, pokok perupaan yang mempribadi… banyak lagi. Ada pula kebiasaan yang mengendap di wilayah abstrak, seperti bagaimana seniman merumus kerangka berpikir, menutur cerita, atau melontar tanya. Kebiasaan mereka inilah yang membuat kita, sebagai seorang penyimak, penggemar, atau barangkali rekan dan teman karib seniman itu, dapat mengatakan dengan percaya diri, “Aku mengenal karya-karyanya.” Atau, boleh jadi kita senantiasa terpukau oleh daya jelajah mereka yang tak terduga—karena kegemaran menjelajah pun dapat menjadi sebuah kebiasaan. Seniman membentuk habitus, dan habitus membentuk kembali seniman.

Amongst reeds, evanesces, shines…

“All senses, including vision, are extensions of the tactile sense; the senses are specialisations of skin tissue, and all sensory experiences are modes of touching and thus related to tactility. Touch is sensory mode that integrates our experience of the world with that ourselves.” – Juhani Pallasma, 2008