KETOK STUDIO

In the bustling streets of Indonesia’s big cities, KETOK MAGIC is a well-known workshop for fixing dented cars—often the result of light crashes in dense traffic. In Bahasa Indonesia, ketok means “to knock” (as in a door) or “to beat” (as in a drum or tree trunk). But in Javanese, ketok can take on at least two other meanings, depending on pronunciation: “to cut” (like paper or fabric), or “to appear”, “to seem” (as in a color emerging, or a façade revealing itself). In Indonesia’s fine art history, the word carries a different kind of weight. It surfaces in the phrase jiwa ketok—literally, “the soul revealed”—a term once used to describe the spirit or essence believed to shine through in artworks of the revolutionary era.

Gion dalam Simulasi

Pameran Gion dalam Simulasi meninjau ulang praktik dan pemikiran Wagiono Sunarto (1949–2022), seniman penting yang menjadikan gambar sebagai laku estetik dan intelektual. Tidak hanya lewat karya dan arsip, pameran ini juga menampilkan interpretasi seniman-seniman kontemporer atas semangat gambar Gion—yang jujur, reflektif, sekaligus eksperimental. Lewat pendekatan simulasi, Gion dihadirkan kembali bukan sebagai figur masa lalu, melainkan pemicu inovasi gambar hari ini.

Tidak berarti tidak…

“A. S. Budiono (Liem Bian Tjong, 1932-2008) pernah menjelaskan kepada temannya bahwa, “Lukisan abstrak tidak berarti tidak mengandung masalah sosial. Masalah itu sudah terserak ke jiwa dan itu terekspresikan dalam bentuk-bentuk abstrak.” Pameran duo ini menampilkan karya-karya lukis Bambang Bujono dari 1970an dan Jeroen Tan Markaban dari satu dekade terakhir. Walaupun akrab dengan seni lukis sejak usia dini, kedua pelukis ini menjalani hidup dengan profesi lain; sebagai wartawan seni rupa dan dalam bidang desain ruang dalam.”